Author :
Chindy Agryesti.
Facebook :
Chindy Agryyesti Horvejkul
Twitter :
@Chindy404
Cast :
- Cho Kyuhyun
- Yoon Haera
Genre : AU!,
Romance.
Rating : PG15
Length :
Chapter
Aku
pergi karena aku mencintaimu.
Tak perlu aku memilikimu, karena bagiku melepasmu adalah cara mencintaimu.
Tak perlu aku memilikimu, karena bagiku melepasmu adalah cara mencintaimu.
–Yoon
Haera –
Saat
kau telah pergi dari hidupku, baru kumengerti apa itu cinta.
—Cho
Kyuhyun—
Terkadang manusia menjadi egois jika sudah menyangkut cinta tapi
sesungguhnya itu bukanlah cinta, itu ambisi. Karena cinta yang sesungguhnya
tidak akan pernah mengubah seseorang menjadi egois melainkan menjadi seseorang
yang rela berkorban, itulah cinta.
—I Got Your Back part 4—
—I Got Your Back part 4—
Begin :
Author POV
“Mian, aku tak sengaja,” Sungut Yoon Haera menyadari dirinya tak berhati-hati dalam mengambil langkah. Yang mengakibatkan ia harus menabrak punggung seseorang yang bahkan sampai detik ini pun belum ia ketahui wujud rupa orang yang ditabraknya. Haera mencoba mendapati konsentrasinya lalu mengangkat pandangan dari lantai putih gading dan mulai menatap wajah pemilik punggung yang secara tak sengaja ia tabrak.
Pikirannya telah melayang entah kemana sejak pertemuannya
dengan orang itu—Kyuhyun—. Bahkan untuk berjalan saja, pikirannya sulit
memperhatikan jalan di sekitarnya.
Iris hitam lekat milik Haera menatap dalam pada objek orang
yang tepat berdiri dihadapannya. Kaget,
senang, sedih, bahagia. Entah ekspresi apa yang harus ia tunjukkan. Haera hanya
terpaku. Tak berbeda dengan orang yang lagi berhadapan dengan Haera. Ia menatap
Haera, pandangan tak percayanya kian melunak tergantikan oleh tatapan penuh
kerinduan. Seakan tak percaya, lalu orang itu pun melontarkan sebuah pertanyaan
konyol pada yeoja cantik pemilik tatapan sendu itu. “Kau? benarkah kau Yoon
Haera?”
Sesekali Haera mengangkat Cup Coffe diatas meja lalu
menyesapnya. Sementara satu orang lainnya itu sibuk menatapi setiap gerak-gerik
tubuh Haera. Tatapan bahagia, lega, dan penuh kerinduan seolah terpancar jelas
dari manik hitamnya. Justru yang membuat
Haera kurang nyaman diperhatikan terus-menerus.
“Aku tak menyangka aku masih bisa bertemu denganmu lagi,” Akhirnya kebisuan diantara mereka luruh saat orang itu memutuskan memulai pembicaraan terlebih dulu.
“Em. Aku juga,” Haera membalas ditambah sebuah senyum simpul.
“Bagaimana kabarmu selama ini? Apa kau hidup dengan baik?” Tersirat kekhawatiran dalam ucapannya. Seolah meyakinkan apa seorang Yoon Haera menjalankan hidup dengan baik atau tidak.
“Tentu. Aku hidup dengan sangat baik,”
“Syukurlah. Kau tinggal dimana? Dan mengapa kau menghilang begitu saja selama ini?”
“Kupikir kau tak perlu mengetahuinya. Biarlah aku dan hanya hidupku yang tau,”
“Haera-ya kau sudah tak menganggapku sahabatmu lagi? Dulu bukankah kau yang mengatakannya sendiri bahwa selamanya aku adalah sahabatmu meski sebenarnya berat bagiku hanya menganggapmu hanya seorang sahabat.”
“Kau benar,” Seutai senyum getir tercipta diwajah cantiknya. Pikirannya
menerawang ke masa lampau disaat ia pernah mengucapkan kalimat yang diucapkan
orang itu barusan. “Kau sahabatku,” Terasa miris gendang telinga namja itu
mendengar perkataan Haera. Sahabat? Bisakah ia menjadi lebih dari seorang
sahabat?
“Kalau begitu ceritakanlah semua yang terjadi dalam hidupmu,”
“6 tahun ini aku menetap di Amerika,”
“Kau.. mengambil beasiswa itu?” Haera diam, hanya anggukan
yang diberinya sebagai jawaban iya.
“Bukankah kau bilang--”
“Pola pikir seseorang bisa berubah kapan saja, dan aku memutuskan untuk menerimanya.”
“Lalu bagaimana nasib per--?”
“Kumohon jangan bahas mengenai itu lagi. Kami hanyalah orang asing dan selamanya akan tetap menjadi orang lain.”
“Baiklah, jika itu maumu..” putusnya. Ada rasa penasaran jauh dilubuk hatinya paling dalam. Tapi tak ada yang bisa memusnahkan rasa penasarannya jika Haera saja tidak mau dia mengungkit tentang itu.
“Apa yang sedang kau lakukan di Taehan Group?”
“Aku bekerja di Taehan Group.”
Lumayan lama waktu yang mereka habiskan untuk saling berbagi
cerita di hidup mereka. 6 tahun tak bertemu tentu akan sangat banyak cerita menarik yang dapat mereka bagikan satu sama lain. Henry lau, itulah namja yang ditabrak Haera tadi sekaligus
namja yang kini tengah duduk
berhadapan dengan Haera. Namja keturunan China yang menetap di Korea itu adalah
sahabat Haera saat ia duduk dibangku Sekolah Menengah Atas. Meski Haera hanya
menganggap Henry hanya sebagai seorang sahabat
namun tidak bagi Henry, namja itu menganggap Haera lebih dari sahabat. Ia mempunyai perasaan lain terhadap Haera. Walaupun ia tahu, Haera
tidak memiliki perasaaan yang sama dengan yang ia rasakan. Tapi ia terus menyimpan perasaan itu sampai sekarang.
“Ini kartu namaku, hubungi saja aku jika kau butuh teman,”
“Gomawo Henry-ah.. Kau sangat baik,” Namja yang bernama Henry itu tersenyum. “Tentu, bukankah kita ini sahabat?” Hatinya perih tatkala menyebutkan kata sahabat pada hubungan mereka. Dilubuk hatinya, perasaan cinta masih tertata rapi untuk Haera yang ia simpan hingga detik ini. “6 tahun tak bertemu, boleh aku memelukmu?” pintanya.
“Tentu,” Namja
berwajah tampan itu maju beberapa langkah, kemudian merengkuh tubuh Haera
kedalam pelukannya. Jujur, ia sangat merindukan yeoja ini, yeoja yang masih
amat ia cintai hingga dihembusan nafasnya saat ini. Yeoja yang ingin ia miliki
tapi ia tak dapat memiliki.
Jemari seseorang mengepal kuat-kuat menyaksikan pemandangan yang tersaji didepan matanya. Gurat ketidaksukaan ditunjukkan melalui ekspresinya saat ini. Matanya memicing tajam saat ia dapati pemandangan dua orang didalam cafe itu berpelukan.
Jemari seseorang mengepal kuat-kuat menyaksikan pemandangan yang tersaji didepan matanya. Gurat ketidaksukaan ditunjukkan melalui ekspresinya saat ini. Matanya memicing tajam saat ia dapati pemandangan dua orang didalam cafe itu berpelukan.
Ia tak menyangka seperti ini rasanya perih ketika melihat
orang yang dicintai berada didalam pelukan orang lain. Inikah yang pernah dirasakan
Haera dulu? Pantas, jika Haera menginginkan jalan perpisahan untuk mengakhiri
rasa sakitnya. Ini memang terlalu sakit.
Kyuhyun POV
Choi Ahjusshi selaku pemateri untuk rapat kali ini. Ia
berdiri dimimbar memberikan penjelasan atas proyek kerja sama perusahaan dengan
Taehan Group. Namun satu objek lebih menarik untukku dibanding apapun. Aku
memperhatikan wajah yeoja diseberangku, yeoja yang mungkin sangat membenciku.
Memandanginya setiap detik terasa penuh makna bagiku, aku seperti baru diberi
kesempatan tuk bernafas walau sesekali terasa sakit dan menyesakkan.
Sepanjang rapat, pandangan ini hanya terpaku padanya
dibandingkan layar lebar berisi laporan proyek kerja sama yang terpampang di
layar besar didepan sana. Suara riuh tepuk tangan mengembalikanku kealam sadar,
refleks aku langsung ikut bertepuk tangan sebagai tanda bahwa rapat hari ini
telah berakhir. Rapat telah berakhir lantas semua orang bangkit dari kursinya.
Begitupun dengan diriku.
“Presdir apa kau akan ikut makan siang bersama?” kata Tae Hyun setengah berbisik.
“Kurasa bukan ide yang
buruk,” putusku.
***
“Wah senang sekali bisa makan dimeja yang sama denganmu
Presdir Cho,” Sebuah sanjungan mengalir kepadaku tanpa kuduga dari seorang
yeoja yang terbilang muda dan juga cantik. Seorang yeoja yang kuketahui salah
satu karyawan dari Taehan Group yang sekarang ini duduk bersebelahan dengan
dia.
Dari sudut mataku, dapat kulihat, ia sama tak tertarik oleh
keadaan sekitarnya. Jika yeoja disebelahnya terus menerus menyanjungku, lain
halnya dengan ia. Ia hanya diam dengan sesekali mengedarkan pandangan jauh dari
kata tertarik.
“Kau berlebihan,” Balasku menanggapi setiap sanjungan yang terus yeoja itu lontarkan. Beberapa detik suasana hening hanya terdapat suara dentingan piring dan sendok yang saling beradu. Perlahan keheningan itu lenyap tergantikan oleh obrolan-obrolan ringan seputar pekerjaan maupun kehidupan masing-masing. Semua orang yang mengelilingi meja makan bundar ini ikut andil dalam obrolan yang tercipta, kecuali satu orang itu. Jika semua orang berlomba-lomba untuk mengambil alih obrolan, akan tetapi berbeda dengan yeoja itu. Ia tetap bungkam sejak awal. Tak ada kata sepatah pun yang kudengar dari bibirnya. Jika saja dia tahu, aku sangat merindukan suara lembutnya. Suara lembut yang begitu menenangkan. Suara yang enam tahun ini tak pernah kudengar lagi.
Lucu sekali dunia ini
jika aku membayangkannya. Awal kehadirannya dihidupku, aku sangat membencinya,
bahkan untuk mendengar suaranya aku merasa muak. Tapi saat ini? Malah perasaaan
cinta yang terus menerus bertumpuk bagai kolam yang terus dibanjiri oleh air.
“Presdir Cho boleh aku bertanya?”
“Silahkan,”
“Apa kau sudah menikah?” Tanpa kutahu sebabnya, nafasku menjadi tercekat ketika yeoja bernama Han Shi Hyun menyinggung kepadaku kata menikah. Menikah? Apa yang harus kukatakan sebagai jawabannya? Haruskah aku mengatakan yang sejujurnya?
“Emm.. Tentang itu..”
“Permisi aku harus ke toilet,” Disaat pikiran ini tengah menentukan jawaban, sebuah selaan menyambar cepat. Menghentikan aktivitas berpikirku. Kuyakin, ia menjadi tidak nyaman sejak kata menikah tadi terlontar.
Haera POV
“Permisi, aku harus ke toilet,” pamitku. Tanpa aba-aba lagi,
Segera aku meninggalkan sekumpulan orang bernotabene rekan kerjaku itu dimeja
makan. Dari sana aku berlalu, menyendiri disebuah bilik toilet. Sejujurnya, aku
belum siap mendengar apapun jawaban dari bibirnya. Aku belum siap menerima
kenyataan. Kenyataan yang kuyakin pasti akan berpengaruh untuk hatiku.
Kenyataan bahwa ia telah bahagia bersama orang yang ia cintai. Sulit, hatiku
menerima itu.
Aku sedih pada diriku, didunia ini aku selalu menghindar dari
kenyataan. Terlebih lagi semua kenyataan menyangkut dirinya, aku ingin selalu
menghindarinya. Berlaku seolah kedua mata ini telah buta dan aku disini
membutakan diri mengenainya.
Kurasakan cairan hangat meleleh dan mengalir dipipiku tanpa permisi. Aku lemah. Mengapa aku begitu lemah jika menyangkut dirinya? Aku masih amat mencintai, tapi aku tak ingin mengakuinya. Sakit. Hatiku sakit, aku mencintai orang yang membenciku.
Aku menghabiskan sekitar 5 menit waktuku didalam toilet. Enggan rasanya aku harus kembali berkumpul dengan mereka. Kalau bisa, aku ingin menghilang dari dunia ini agar aku tak bertemu lagi dengannya. Itu mungkin lebih baik.
Kurasakan cairan hangat meleleh dan mengalir dipipiku tanpa permisi. Aku lemah. Mengapa aku begitu lemah jika menyangkut dirinya? Aku masih amat mencintai, tapi aku tak ingin mengakuinya. Sakit. Hatiku sakit, aku mencintai orang yang membenciku.
Aku menghabiskan sekitar 5 menit waktuku didalam toilet. Enggan rasanya aku harus kembali berkumpul dengan mereka. Kalau bisa, aku ingin menghilang dari dunia ini agar aku tak bertemu lagi dengannya. Itu mungkin lebih baik.
Brukk...
Kurasakan kulit disekitar pinggangku terasa menjadi dingin ketika tubuhku tertabrak oleh seseorang yang sepertinya salah satu pegawai restaurant. Baju putih yang ku kenakan seketika telah berubah warna mengikuti warna ice yang tertumpah dibajuku menjadi berwarna orange.
“Jwiseonghaeyo..” Sungutnya sembari membunggkukkan tubuh secara berulang-ulang kali.
“Gwaenchana.” Kataku sambil membersihkan baju ditubuhku yang telah basah.
“Haruskah saya membersihkan baju itu terlebih dulu?” Tawarnya
dengan penuh rasa bersalah.
“Tak perlu.”
“Benarkah? Sekali lagi maafkan kebodohan saya Nona,” Aku mengangguk ringan, “Ya tak apa,” Aku kembali membuat langkah berjalan ke meja makan. Dan aku sadar, semua tatapan orang disana kini tengah menatap kearahku. Membuatku menjadi kikuk atas tatapan semua itu. Sebisaku aku berlagak sebiasa mungkin. Lalu mendapati kembali ke tempat dudukku. “Haruskah kita membeli pakaian sebelum kembali ke kantor?” Tawar Hye Sung, Sekertarisku.
“Tidak perlu, lagi pula ini tidak terlalu banyak,” Sanggahku.
“Tapi itu menjadi tembus pandang--”
“Ige Haera-shi, kau bisa pakai ini,”
Author POV
“Ige Haera-shi, kau bisa pakai ini,” Sebuah jas hitam telah
tersodorkan bagi Yoon Haera. Merasa tak enak untuk menolak, Haera tetap
menerimanya meski sedikit enggan. Tapi toh Haera memang membutuhkannya.
Menerima sodoran jas hitam itu lebih baik dari pada ia harus mengobral bagian
tubuhnya melalui kemeja putih yang basah itu.
“Gomapseumnida, maaf merepotkan.” Haera berterima kasih pada namja yang telah bersedia merelakan jas kerjanya untuk Haera.
“Tak apa,” Balas namja bernama Park Tae Hyun itu diiringi sebuah anggukan.
Tanpa diketahui, salah satu orang disana harus mati-matian
menahan rasa kesalnya. Kesal, karena nyatanya ia kalah cepat dari Park Tae Hyun
selaku Assistant-nya.
Sejak awal mengetahui baju yeoja itu basah, ia telah berniat meminjamkan jas-nya pada yeoja itu. Tapi nyatanya, ia harus mengaku kalah dari Assistent-nya, kalah dalam artian lambat. Ia telah melepas jas dari tubuhnya, namun tangannya ragu untuk langsung menyodorkan benda bernama jas itu. Ia ragu. Apabila yeoja itu akan menolaknya. Hingga rasa ragu itu yang mengakibatkan ia menjadi terlihat seperti orang bodoh.
Acara makan siang bersama antara pekerja Taehan Group dan Cho Corp untuk pertama kalinya itu telah berakhir. Lantas semua telah bersiap untuk melanjutkan ke pekerjaan mereka.
Sejak awal mengetahui baju yeoja itu basah, ia telah berniat meminjamkan jas-nya pada yeoja itu. Tapi nyatanya, ia harus mengaku kalah dari Assistent-nya, kalah dalam artian lambat. Ia telah melepas jas dari tubuhnya, namun tangannya ragu untuk langsung menyodorkan benda bernama jas itu. Ia ragu. Apabila yeoja itu akan menolaknya. Hingga rasa ragu itu yang mengakibatkan ia menjadi terlihat seperti orang bodoh.
Acara makan siang bersama antara pekerja Taehan Group dan Cho Corp untuk pertama kalinya itu telah berakhir. Lantas semua telah bersiap untuk melanjutkan ke pekerjaan mereka.
“Terima kasih untuk kebersamaan hari ini,” Sebelum mengakhiri perpisahan, Kyuhyun menyempatkan diri untuk memberi ucapan terima kasih pada rekan-rekan kerjanya.
“Ye. Kami juga senang bisa menghabiskan makan siang bersama mu,
Presdir Cho,” Oh Hye Sung membalas.
Yoon Haera berdiri ditepi jalan menanti Hye Sung mengambil mobil ditempat parkir. Sama seperti namja disebelahnya, Cho Kyuhyun berdiri tak jauh dari Haera sembari menunggui Assistant-nya. Sejenak pandangan mereka bertemu, Haera langsung melengos kearah lain. Bertepatan dengan itu, mobil yang dikendarai oleh Hye Sung telah sampai. Tak menghiraukan sekitarnya, Haera berjalan menuju mobil tanpa memperhatikan sekitar jalan. Sementara tak jauh darinya ada sebuah sepeda motor yang sedang melaju kencang kearahnya.
“Direktur awas!” Spontan Oh Hye Sung berteriak dari jendela mobil menyadari sepeda motor sedang melaju kearah sang Direktur Taehan Group itu.
Tubuh orang itu seolah bergerak sendiri tanpa diperintah,
Kyuhyun lantas menarik tubuh Haera dari jalur yang akan sepeda motor itu lalui.
Yeoja itu yang sepertinya syok, dalam sekejap hanya dapat menutup kedua kelopak
matanya. Seperkian detik, Haera merasa tak ada yang sakit disetiap inchi
tubuhnya. Hangat, itulah yang malah dirasakannya. Ia merasakan nyaman yang amat
sangat hingga enggan rasanya melepaskan diri dari posisinya sekarang. Ditambah
bau aroma parfum yang begitu menenangkan menusuk indera penciumannya. Kemudian Haera
membuka perlahan kedua kelopak matanya. Mata Haera melebar ketika ia sadar, ia
tengah bersandar pada sebuah dada bidang yang tertutup rapi oleh kemeja mahal.
Sontak ia mundur beberapa langkah ke belakang. Menjauh dari orang yang telah
menolongnya itu, melepaskan skinship yang terjadi diantara mereka. “Gomawo,”
Satu kata itu terdengar begitu lirih dari bibir Haera. Setelah itu, ia berlalu
dan masuk kedalam mobil yang berisikan Hye Sung.
“Direktur gwaenchana? Kau tidak terluka kan? Apa ada yang sakit?” Oh Hye Sung langsung menyerbu pertanyaan-pertanyaannya yang sebenarnya tak perlu ditanyakan. “Heum,” Jawab Haera dengan sebuah gumaman. Lalu ia menyanggah lengan sebelah kanannya pada pinggiran kaca jendela yang tertutup dan memposisikan kepala pada sanggahan tangannya untuk menatapi jalan. Seperti sebuah rekaman, pikirannya mengulang kembali peristiwa yang barusan dialaminya yang bersangkutan dengan orang itu. Mencoba merasakan ulang, rasa nyaman saat berada didalam pelukan orang itu, mencoba merasakan kembali rasa hangat yang tadi diberikan oleh orang itu. Rasa bahagia datang bersamaan dengan rasa sakit dihati Haera. Untuk pertama kalinya, ia merasakan hangatnya pelukan dari makhluk tampan bernama Cho Kyuhyun. Sementara disisi lain, ia merasa sakit akibat rasa bahagia itu. Mengapa ia harus merasa bahagia? Tak seharusnya ia bahagia atas peristiwa tadi. Itu pasti hanya sebuah kebetulan, bahkan jika Haera adalah orang lain, orang itu pasti akan menolongnya, pikir Haera. Ia mengasihani dirinya sendiri yang menurutnya tak pernah bisa berpikir rasional. Cinta itu selalu mampu menggiringnya kearah yang jauh dari kenyataan.
“Direktur gwaenchana? Kau tidak terluka kan? Apa ada yang sakit?” Oh Hye Sung langsung menyerbu pertanyaan-pertanyaannya yang sebenarnya tak perlu ditanyakan. “Heum,” Jawab Haera dengan sebuah gumaman. Lalu ia menyanggah lengan sebelah kanannya pada pinggiran kaca jendela yang tertutup dan memposisikan kepala pada sanggahan tangannya untuk menatapi jalan. Seperti sebuah rekaman, pikirannya mengulang kembali peristiwa yang barusan dialaminya yang bersangkutan dengan orang itu. Mencoba merasakan ulang, rasa nyaman saat berada didalam pelukan orang itu, mencoba merasakan kembali rasa hangat yang tadi diberikan oleh orang itu. Rasa bahagia datang bersamaan dengan rasa sakit dihati Haera. Untuk pertama kalinya, ia merasakan hangatnya pelukan dari makhluk tampan bernama Cho Kyuhyun. Sementara disisi lain, ia merasa sakit akibat rasa bahagia itu. Mengapa ia harus merasa bahagia? Tak seharusnya ia bahagia atas peristiwa tadi. Itu pasti hanya sebuah kebetulan, bahkan jika Haera adalah orang lain, orang itu pasti akan menolongnya, pikir Haera. Ia mengasihani dirinya sendiri yang menurutnya tak pernah bisa berpikir rasional. Cinta itu selalu mampu menggiringnya kearah yang jauh dari kenyataan.
“Benar Direktur tak apa-apa?” Lamunan Haera kontan terhenti ketika suara Oh Hye Sung lagi-lagi memenuhi indera pendengarannya.
“Jinjjaeyo,”
“Untung saja tadi ada Presdir Cho yang menolongmu. Dia tidak hanya tampan, tetapi juga sangat baik, ne?” Sebuah dengusan yang malah ditunjukkan Haera sambil sekilas menatap Hye Sung tanpa minat pada topik pembicaraan mereka.
“Bagaimana Direktur rasanya dipeluk Presdir Cho? Coba saja aku
yang berada diposisimu tadi,” Ocehan masih terus terlontar dari bibir yeoja
berumur 23 ini.
“Bisakah kita membicarakan yang lain saja?”
***
Suara detingan piring dan sendok mendominasi disebuah ruang
makan. Orang-orang dimeja makan sana saling diam merasa tak ada yang perlu
untuk diperbicarakan. Mereka terlarut menikmati makanan yang tersaji. Meski
satu yeoja diantara dua yeoja dimeja makan sana tak ada niatan untuk
menghabiskan makan malamnya hari ini. Berbagai pikiran menjadi topik
pemikirannya. Terlebih setelah ia melewati hari ini. Beban pikirannya kian
menumpuk hingga untuk mengisi energi pun sukar untuknya hingga tak memiliki
nafsu untuk makan.
“Haera-ya, Besok kau libur bukan?” Suara lembut seorang yeoja
paruh baya memecah keheningan.
“Benar, waeyo Eomma?”
“Maukah kau menemani Eomma?”
Haera POV
Banyak terdapat tumbuhan ilalang hijau berkeliaran menutupi
tanah yang bergunduk lumayan tinggi itu. Didepan dua gundukan tanah tersebut
terdapat keramik marmer berdiri tegak yang bertuliskan sebuah nama didalam
marmer masing-masing. Eomma menggelar tikar lipat dan mulai mengeluarkan semua
barang yang telah dipersiapkannya dari rumah. Mulai dari bunga Lily putih yang
dibelinya saat perjalanan tadi, makanan ringan, lauk-pauk, nasi hingga dua
botol air soda bernama Soju ditata rapi diatas tikar tadi. Beralih ke sebelah
kiri dari gundukan tanah yang satu itu, Eomma melakukan lagi hal yang sama.
Menggelar tikar dan menata makanan didepan marmer. Selesai ia melakukannya.
Tubuh Eomma perlahan membungkuk hingga ketanah dan membiarkan kepalanya
menyentuh tanah berlapiskan rumput hijau. Aku yang sejak tadi hanya
menperhatikan Eomma, aku mulai memposisikan tubuh ini disebelah Eomma lalu
bersujud menghadap satu marmer tersebut. Dari sudut mataku, dapat kulihat
cairan bening telah lolos dari mata indah Eomma. Ia bersujud sambil menetaskan
air matanya. Aku mengikuti Eomma dan
melakukan hal yang sama pada gundukan tanah yang satunya lagi.
Kami duduk berhadapan dengan marmer hitam bertuliskan sebuah nama “Lee Seung Hyun”. Air mata sesekali membasahi pipinya ketika membukakan semua makanan.
Kami duduk berhadapan dengan marmer hitam bertuliskan sebuah nama “Lee Seung Hyun”. Air mata sesekali membasahi pipinya ketika membukakan semua makanan.
“Yeobo, aku datang..” Gumamnya yang masih bisa diterka oleh indera pendengaranku.
“Mianhae.. Aku baru mengunjungimu setelah sekian lama. Mian.” Ujarnya diiringi air mata yang terus mengucur membasahi pipinya.
“Hari ini tepat
kepergian kalian dari dunia ini. 10 tahun, tak terasa kalian telah
meninggalkanku selama itu, kumerasa baru kemarin kalian pergi, tapi nyatanya
waktu berlalu begitu cepat. Kalian telah pergi 10 tahun, menyisakanku seorang
diri didunia ini. Yeobo, aku merindukanmu, sangat merindukanmu. Aku ingin
kembali kesaat - saat yang pernah kita lalui dulu. Melewati hari bersamamu,
tertawa bersamamu aku merindukan itu semua,” Sejenak kalimatnya terhenti
digantikan oleh suara senggukkan kecil. Aku menggerakan tanganku, mengusap
lembut punggungnya. Yang kuharap dapat memberikan kekuatan bagi Eomma. Aku
sangat mengerti bagaimana perasaan Eomma, ditinggalkan oleh orang yang kita
cintai. Itu memang sangat menyesakkan. Sama halnya dengan diriku, aku merasakan
betapa sakit dan sesaknya kehilangan orang yang paling ku cintai. Mereka pergi
meninggalkanku, memulai hidup baru dialam yang berbeda denganku. Saat itu,
kupikir ini tidaklah adil bagiku, mereka pergi dari dunia ini, meninggalkanku
dan memulai hidup disana bersama-sama sementara diriku didunia ini meniti
kehidupan seorang diri. Tapi bagaimanapun aku tak bisa menyalahkan dunia ini,
bukankah hidup selalu seperti ini? Ada kalanya kita harus meninggalkan dunia
ini jika waktunya telah tiba. Dan kuyakin suatu saat nanti aku dapat kembali
bertemu dan berkumpul dengan mereka, dengan Appa dan Eomma-ku. Meski tak lagi
didunia ini.
Terdengar suara deru mobil setelah aku mulai men-starter
mobil. Disamping kursi kemudi yang kududuki, Eomma yang telah membuka pintu dan
kemudian mulai memposisikan duduk di kursi sebelahku.
Mobil yang ku kemudikan telah melaju dengan kecepatan sedang, meninggalkan kompleks pemakaman tersebut. Didalam mobil Eomma terlihat tengah termenung seperti memikirkan sesuatu. Ia menjadi sedikit lebih pendiam sejak kunjungan kami pada dua gundukan tanah berumput tadi. Dan saat disana, tak sedikit kalimat-kalimat terlontar diiringi cairan bening. Eomma seolah tengah mencurahkan isi hatinya padahal sudah dengan jelas gundukan tanah itu tidak mungkin merespon apa yang Eomma katakan.
Mobil yang ku kemudikan telah melaju dengan kecepatan sedang, meninggalkan kompleks pemakaman tersebut. Didalam mobil Eomma terlihat tengah termenung seperti memikirkan sesuatu. Ia menjadi sedikit lebih pendiam sejak kunjungan kami pada dua gundukan tanah berumput tadi. Dan saat disana, tak sedikit kalimat-kalimat terlontar diiringi cairan bening. Eomma seolah tengah mencurahkan isi hatinya padahal sudah dengan jelas gundukan tanah itu tidak mungkin merespon apa yang Eomma katakan.
“Eomma, boleh aku bertanya?”
“Mwoga?” Sahutnya dengan suara lemah.
“Yang tadi itu.. Apa--?”
“Tadi adalah makam suamiku dan juga putraku,” Ungkapnya. Setelah itu, Kami tenggelam lagi dalam keheningan. Aku sudah tak tahu apa lagi yang mesti kami bicarakan.
Author POV
“Andai saja dulu, peristiwa itu tidak pernah terjadi. Pasti mereka
masih disini bersama dengan Eomma sampai detik ini. Eomma tidak akan pernah
sendirian didunia ini.” Pikiran Presdir paruh baya itu menelaah kemasa lalu
tepat peristiwa menyakitkan itu terjadi. Peristiwa yang hingga membuatnya
sendirian didunia ini. Ia mengulas sedikit kejadian pahit itu pada yeoja muda
yang sekarang telah dianggapnya putri.
Flashback
Siang itu, sebuah keluarga kecil telah bersiap
untuk memulai perjalanan liburan dihari weekend. Mereka mempersiapkan banyak
bawaan yang sekiranya dapat mereka perlukan untuk memulai liburan menyambut
musim gugur di salah satu pantai terkenal di Busan. Untuk penyambutan musim
baru, musim gugur keluarga itu telah berniat dari jauh-jauh hari akan
memanfaatkan hari libur itu agar dapat berkumpul bersama. Berwisata di pantai
Busan, contohnya.
Mobil mewah hitam metalic itu bergerak dengan perlahan meninggalkan halaman rumah mewah yang menjadi tempat kediaman mereka.
Suasana penuh kehangatan terpancar dari gambaran kebersamaan mereka. Mereka tertawa ria. Memiliki obrolan yang tampak seru. Dan sisi keromantisan pun tak terlewatkan dari pasangan suami istri itu. Sang istri tak jarang menyuapi sang suami dengan potongan-potongan buah yang ia persiapkan dari rumah. Sementara itu, putra mereka yang duduk dikursi belakang menenggelamkan diri bersama sebuah benda kubus bernama kubik.
Mobil mewah hitam metalic itu bergerak dengan perlahan meninggalkan halaman rumah mewah yang menjadi tempat kediaman mereka.
Suasana penuh kehangatan terpancar dari gambaran kebersamaan mereka. Mereka tertawa ria. Memiliki obrolan yang tampak seru. Dan sisi keromantisan pun tak terlewatkan dari pasangan suami istri itu. Sang istri tak jarang menyuapi sang suami dengan potongan-potongan buah yang ia persiapkan dari rumah. Sementara itu, putra mereka yang duduk dikursi belakang menenggelamkan diri bersama sebuah benda kubus bernama kubik.
“Appa, kapan Appa akan mengajakku menonton pertandingan
Bassebal? Bukankah Appa sudah janji padaku jika aku bisa mendapat peringkat
pertama,” Namja berumur 14 tahun itu mengeluarkan suaranya, menagih janji yang
pernah terlontarkan oleh sang Appa.
“Ah mian. Appa lupa. Bagaimana kalau akhir minggu ini?” Lalu
remaja namja itu pun bersorak senang. Kedua orang dewasa dikursi depan
tersenyum sembari menengok kearah belakang. Menyaksikan reaksi gembira dari
putra mereka. Tanpa disadari didepan mereka, sebuah mobil truk besar melaju
dengan ugal-ugalan dan memiliki kecepatan yang sangat tinggi.
Sedetik selanjutnya.. Suara hantaman terdengar begitu nyaring dan menusuk telinga. Peristiwa tabrakan itu tak terhindarkan lagi.
Sedetik selanjutnya.. Suara hantaman terdengar begitu nyaring dan menusuk telinga. Peristiwa tabrakan itu tak terhindarkan lagi.
Flashback end
“Tapi setidaknya ada hikmat dibalik peristiwa menyedihkan itu. Sejak peristiwa itu, Eomma sadar semua yang ada didunia ini memiliki waktunya tersendiri. Waktu yang mengambil mereka dari sisi Eomma dan waktu pula yang mempertemukan Eomma denganmu. Kau datang dalam hidup Eomma, memusnahkan kesendirianku didunia ini. Kau seperti obat yang menyembuhkan rasa sakitku. Hanya kau satu-satunya yang Eomma punya saat ini. Berjanjilah kau tidak akan pernah meninggalkan Eomma, jangan buat Eomma sendiri lagi didunia ini. Kau putriku,” Mata sembab nan teduh itu menatap Haera penuh kelembutan. Ia hanya meminta kepastian dari yeoja muda disebelahnya, kepastian agar tak meninggalkannya seperti mendiang Suami dan Putranya. Tangan kiri Haera bergerak menggenggam lembut jemari Nyonya Hwang.
“Eomma, aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku dan Jong Hyun akan selalu bersamamu dan menemanimu. Bukankah kita sama didunia ini? Aku pun tak memiliki siapapun didunia ini. Kita sama Eomma. Meski sejujurnya, aku takut Eomma yang akan meninggalkan aku. Aku takut aku tak berarti apapun bagi Eomma. Aku takut aku adalah orang yang tidak berguna...”
“Ani,” Sanggah Nyonya Hwang cepat.
“Haera-ya, Kau sangat berarti bagi Eomma. Kau adalah putriku sejak saat itu dan sampai kapan pun kau tetap putriku. Aku tak akan pernah meninggalkanmu..”
To Be Continue..
RCL don’t forget. Kudu, harus, wajib ne?
Dan mian kalau ada typo.
3 komentar:
lanjutannya cepetan chin...!!! :)
Kereeennnnn
makin kesini makin bikin penasaran.. kyu sama haera itu di masa lalu udh nikah gtu ya? ahh penasaran!
Posting Komentar