[ONESHOOT] Forever Love [ 영원한 사랑]

4 komentar


[ONESHOOT]

Forever Love [ 영원한 사랑]



Author              : Chindy Agryesti.

Facebook        : Chindy Agryyesti Horvejkul 

Twitter             : @Chindy404 

Blog                 : http://chindyhvk.blogspot.com/

      Cast                 :

  • Cho Kyuhyun
  •    Yoon Haera


Genre              : AU!, Romance

Length             : Chapter

 Rating            : PG15
                                                                                                                           

Jiwa dapat meninggalkan raga, tetapi cinta tidak akan tertinggal karena waktu.
—Forever Love—



Di awali oleh sebuah kesenangan tersendiri bagi sekumpulan sahabat itu. Yang tidak di sadari malah mendatangkan penderitaan hidup bagi seseorang yang tidak tahu-menahu. Permainan yang tentu menyenangkan bagi para namja tersebut. Tanpa memperdulikan perasaan orang yang menjadi bahan permainan mereka.


Beggin :


Yoon Hae Ra mematut bayangan dirinya pada cermin besar di depannya. Setelah memastikan tidak ada yang kurang pada penampilannya, Hae Ra bergegas meninggalkan ruang kamarnya. Hari ini adalah hari yang sangat special bagi Seo Gyu Ri, sepupunya. Orang yang sudah Hae Ra anggap layaknya kakaknya sendiri. Dan Hae Ra ingin memberikan penampilan yang terbaik di hari penting kakak sepupunya itu.
Setelah menempuh jarak dari rumah ke hotel. Tiba juga Hae Ra di sebuah hotel berbintang di Seoul. Tidak ingin menyia-nyiakan waktu, bergegas yeoja ber-dress peach itu memasuki gedung hotel yang menjulang tinggi di depannya, menuju ballroom hotel tempat resepsi sepupunya di laksanakan pukul sepuluh ini.
Lift yang mengantarkan Hae Ra ke lantai tujuh itu berdenting. Tak lama pintu lift terbuka. Dapat dilihatnya, orang-orang yang sudah mulai memadati ballroom hotel. Langkah Hae Ra mendadak tertahan begitu mendapati sebuah figura besar yang memajang wajah kedua mempelai. Wajah Seo Gyu Ri dan calon suaminya. Hanya dalam sekejap mata tubuh Hae Ra melemas. Dadanya terasa sesak luar biasa. Air mata sudah menggenang di balik kelopak matanya. Ia bahkan tidak yakin bisa berdiri lebih lama lagi.

Tuhan takdir apa lagi yang kau berikan padaku ini? Akankah aku sanggup menghadapinya?

Fokus mata Hae Ra masih tertuju pada figura mewah itu. Tidak ada yang salah dengan foto tersebut, hanya saja gambar disana. Berhasil menyayat hati Hae Ra. Luka kemarin belum juga sembuh, tapi kini ia sudah harus menerima lagi luka yang baru.

“Hae Ra-ya kenapa kau diam disini? Ayo masuk, upacaranya akan segera dimulai,” Nyonya Yoon menghampiri Hae Ra ketika melihat putrinya yang hanya terdiam di ambang pintu ballroom. Nyonya Yoon memang tiba lebih dulu disini bersama Tuan Yoon. Sebab hari ini pasangan tengah baya itu yang akan menjadi wali dari mempelai wanita. “Ada apa denganmu ini? Tingkahmu sangat aneh, kau sakit?” tubuh Hae Ra belum juga mengeluarkan reaksi apa pun. Tubuhnya seperti patung. Membeku dan membisu. Sekali lagi, Nyonya Yoon memanggil nama Hae Ra seraya menarik lengan Hae Ra menggiringnya masuk ke dalam ballroom. Nyonya Yoon membawa Hae Ra duduk di kursi depan.

Yoon Hae Ra terus-terusan membisu. Tidak ada satu kata patah yang keluar dari bibirnya sejak yeoja itu menapakkan kaki di tempat ini. Selama upacara pernikahan tersebut Hae Ra terus menjaga pandangannya agar tidak menyaksikan pemandangan menyakitkan itu. Hatinya tersakiti amat dalam. Dia tidak sanggup menyaksikan orang yang ia cintai menjadi milik orang lain. Dan yang lebih menyakitkannya lagi, saat ini orang yang ia cintai adalah milik sepupunya sendiri, orang yang juga ia sayangi.

Ya tuhan apa bisa aku menerima ini? Ku mohon, kuatkan aku.
 
Hae Ra membuang pandangan ke arah lantai bersamaan dengan gemuruh tepuk tangan memenuhi ruangan besar ini. Satu bulir air mata sudah tidak tertahankan lagi. Sengaja Hae Ra semakin menundukkan wajahnya untuk membunyikan air mata yang tadi sempat jatuh. “Eomma aku ingin ke toilet,” hanya kalimat singkat itu yang terucap dari Hae Ra sebelum beranjak meninggalkan tempat duduknya.

Sesampainya yeoja itu di toilet, air mata yang sudah tak terbendung lagi tumpah juga pada akhirnya. Tetes demi tetes air yang mengalir di pipinya kian menderas. Hingga tanpa di sadari isakan mulai hadir menjadi pengiring air mata. “Aegi, tolong kuatkan eomma. Bantu eomma menghadapi ini semua.” gumam Hae Ra di sela tangisnya sambil tangannya mengelus lembut bagian perutnya.

Lama Hae Ra hanya menyendiri di ruang toilet, menumpahkan semua sesak di hatinya. Meski sebenarnya ia belum siap dan mungkin tidak akan pernah siap keluar dari sini, tapi tidak memungkinkan ia harus tetap mendekap disini. Diluar sepupunya sedang melangsungkan pernikahannya jadi bagaimana mungkin ia menghilang begitu saja tanpa kabar. Meski keberadaannya disana, itu sama saja menyakiti dirinya sendiri. Hae Ra harus tetap kuat. Ia sudah harus belajar menerima kenyataan bahwa namja yang amat ia cintai di dunia ini telah menjadi milik sepupunya. Baru Hae Ra akan meraih kenop pintu toilet. Namun tiba-tiba Hae Ra merasakan sekitarnya berputar-putar dan di detik selanjutnya semua menggelap. Hae Ra sudah tak tau apa lagi yang terjadi dengan tubuhnya

***

Hae Ra menerjapkan kedua matanya ketika di dengarnya suara keributan yang bersumber dari luar ruangan tempatnya berada. Aroma obat langsung terendus begitu Hae Ra menghirup oksigen di sekitarnya. Belum selesai ia meneliti ruangan bernuansa putih ini, pintu terbuka. menampilkan sosok eomma-nya yang masih menggenakan pakaian pesta disusul oleh Tuan Yoon di belakang. Tak hanya pasangan suami-istri itu saja, masih ada orang yang lainnya dibelakang Tuan dan Nyonya Yoon yaitu Seo Gyu Ri beserta namja yang sekarang ini sudah resmi menyandang status suaminya. Namja bernama Cho Kyu Hyun tersebut turut hadir di tempat Hae Ra saat ini. “eomma,” lirih Hae Ra ketika menyadari tatapan eomma-nya yang terlihat lain kali ini. Hae Ra tak mengenal tatapan itu. “Hae Ra-ya eomma memiliki satu permohonan darimu. Jujurlah pada kami. Siapa ayah dari anak yang tengah kau kandung?” mata Hae Ra mendelik dengan refleks. Satu-satunya pergerakan yang ia keluarkan hanya genggaman jemarinya pada seprai ranjang rumah sakit. Sisanya tubuhnya membeku, terdiam sejadi-jadinya. Bahkan kegiatan bernafas pun sempat ia hentikan sejenak. Sekarang rahasia besar itu terbongkar sudah. Rahasia yang mati-matian Hae Ra tutupi rapat serapat-rapatnya. Tapi pada akhirnya rahasia itu terbongkar juga. Keluarganya sudah mengetahui itu, mengetahui keadaan dirinya saat ini. Tidak ada yang perlu lagi Hae Ra tutupi toh semuanya sudah terlambat. Kedua orang tuanya telah mengetahuinya. Yang dapat Hae Ra lakukan hanyalah pasrah akan reaksi keluarganya yang harus ia terima. Tamparan, cacian, makian. Hae Ra sudah mempersiapkan diri untuk itu. Ia siap menerima segala bentuk kemarahan dari orang tuanya. Karena ia merasa ia memang pantas untuk mendapatkannya. Sudah dapat Hae Ra bayangkan kemungkinan terburuk yang mesti ia terima. Tapi Hae Ra sudah siap. Hae Ra akan menerimanya sekali pun hidupnya harus berubah, tidak akan sama seperti dulu. Hae Ra akan tetap siap. Sebab di saat Hae Ra memutuskan untuk mempertahankan janinnya, ia sudah mempersiapkan diri untuk segala konsekuensinya. Meski pun ia tau, akan ada banyak rintangan jika ia tetap memelihara janin tersebut. Ia memang masih mempunyai pilihan alternatif, tapi Hae Ra tidak akan pernah sanggup melakukan itu. Ia tidak ingin menjadi seorang pembunuh. Terlebih lagi membunuh anaknya sendiri, darah dagingnya. Yeoja itu tidak akan sanggup. Sekali pun anak itu harus menjadi awal penderitaannya, itu bukan masalah. Hae Ra ingin melihat janin itu terlahir di dunia ini. Tumbuh dan berkembang. Walau dengan kenyataan, ia terlahir tanpa seorang ayah. “Imo apa yang kau bicarakan? Anak? Anak apa?” Gyu Ri yang tidak mengetahui apa-apa, tentu menjadi suatu tanda besar yang memenuhi kepalanya. Ia baru menginjakkan kakinya di rumah sakit ini tapi sudah di sambut oleh kalimat membingungkan dari bibinya. “Anak yang sedang di kandung Hae Ra. Dia tengah hamil tanpa sepengetahuan kita. Sekarang biar kita dengar pengakuan langsung dari mulutnya. Katakan pada kami. Siapa ayah dari anak itu? Eomma tidak pernah menuntut apa pun darimu tapi sekarang eomma hanya meminta kejujuran darimu.” Hae Ra menggeleng lemah. Satu nama itu terlintas di benaknya. Tapi ia tidak mungkin menyuarakannya langsung. Kebahagiaan sepupunya baru dimulai, dan Hae Ra tidak mau menghancurkan atau pun mengacaukan kebahagiaan tersebut. Hae Ra terlalu menyayangi Gyu Ri, ia tidak ingin merusak kebahagiaan orang yang ia sayangi serta kebahagiaan orang yang ia cintai. “Hae Ra-ya jawab kami. Siapa namja itu? Siapa yang telah menghamilimu?” kali ini Tuan Yoon yang berbicara dengan nada yang agak memaksa. Kembali Hae Ra menggerakkan lagi kepalanya, ia menggeleng. “Aku.. Aku tidak bisa mengatakannya,” balasnya. Tidak ada keberanian untuk Hae Ra menatap eomma atau appa-nya.

“Wae? Kenapa kau tidak mau mengatakannya? Namja itu tidak ingin bertanggung jawab?”

“Aku tidak akan pernah mengatakannya walau pun kalian memaksaku, tidak akan pernah.”

Karena aku tidak ingin membuat kebahagiaannya hancur, cukup hanya aku saja yang terluka.

Sambung Hae Ra yang hanya tersuarakan dalam hati kecilnya. “Geurae, jika kau bersi kukuh tidak akan memberitau kami. Maka satu pilihan terakhirmu yaitu menggugurkannya,” Tegas Tuan Yoon dengan emosi yang sudah tidak terkendali lagi. Kekecewaan itu sepertinya mampu melenyapkan sikap tenang yang biasa Tuan Yoon tunjukkan. Sungguh, hal seperti ini tidak pernah dibayangkan beliau akan terjadi dan menimpa putri semata wayangnya yang teramat ia banggakan. Tapi kebanggaan itu sirna sejak mendapati putrinya tengah hamil diluar nikah. Putri yang begitu begitu disayanginya tega memberikan kekecewaan teramat dalam. Tuan Yoon tidak yakin, apa masih ada kebanggaan yang beliau miliki terhadap putrinya? Sepertinya tidak.

“Aku tidak akan melakukannya. Aku tidak akan membunuh anakku sendiri. Ku mohon eomma, appa biarkan aku melahirkan anak ini. Tolong biarkan dia terlahir di dunia ini.” sungut yeoja itu.

“Kau sendiri yang memilih pilihan itu. Kau tidak memberitau kami tentang ayah anak itu. Maka jalan satu-satunya adalah menggugurkannya. Aku tidak ingin memiliki cucu yang disebut anak haram. Apa kau tidak memikirkan bagaimana tanggapan orang di luar sana jika mereka tau aku memiliki putri yang hamil tanpa seorang suami. Kau sama saja tengah berusaha merusak martabat keluarga kita.” emosi Tuan Yoon semakin tak terbendung. Emosinya meluap dengan volume suara yang tinggi. Ini menjadi kali pertamanya dalam hidup, Hae Ra melihat appa-nya se-emosi ini. Sejujurnya, Hae Ra sangat takut. appa-nya yang ia kenal, seorang ayah dengan sikapnya yang begitu berwibawa, bijaksana, penuh cinta kasih. Namun saat ini tidak Hae Ra temui appa-nya ia kenal. Rasanya Hae Ra tidak mengenal namja paruh baya di ruangan ini.

“Apa tanggapan orang lain begitu penting di bandingkan cucu appa sendiri? Apa martabat juga lebih penting dari anakmu sendiri? Apa itu semua sangat penting bagi appa di banding apapun?”

“Ne, semua itu sangat penting bagiku. Di banding apapun. Sehingga kau harus tetap menggugurkan anak itu. Ingin tidak ingin. Kau harus melakukannya,” Hae Ra mengangkat wajahnya, menatap dengan tatapan memohon terhadap appa-nya. Otaknya secara tiba-tiba menitahkan agar Hae Ra melakukan sesuatu. Yeoja itu lantas bangkit dari tempat tidur, mendekati Tuan Yoon dengan kedua lututnya mencium lantai rumah sakit.

“Appa ku mohon jangan paksa aku melakukan hal itu. Aku tidak bisa dan aku tidak ingin. Ku mohon..” tangis Hae Ra.

“Appa berikan satu kesempatan lagi. Kau hanya perlu memilih satu dari kedua pilihan ini. Menggugurkan bayi itu atau tinggalkan keluarga Yoon?” air mata lolos dengan mudah bertepatan dengan terpejamnya kedua mata Hae Ra. Kemungkinan terburuk yang sempat terpikirkan olehnya, sepertinya akan benar-benar terjadi. Bahkan jika memang ia harus meninggalkan keluarganya serta melepaskan status putri keluarga Yoon. Hae Ra siap.

“Yeobo,” Nyonya Yoon berdesis pelan. Kemudian melangkah mendekati sang suami.

“Dia putri kita satu- satunya. Kau tidak mungkin tega melakukannya bukan? Kau tidak akan benar-benar mengusirnya, geuchi?”

“Kata siapa? Aku tidak sedang mengatakan omong kosong. Jika memang ia tetap lebih memilih mempertahankan bayi haram itu, aku akan mengusirnya. Anggap saja aku tidak memiliki putri, dibandingkan aku harus malu karenanya!” semua ini akan berakhir. Statusnya sebagai putri keluarga Yoon akan segera berakhir. Hanya sampai disini. Hari ini. Hari terakhir Hae Ra menjadi putri mereka. Setelah ini, mereka sudah tidak lagi memiliki putri bernama Yoon Hae Ra.

***

Cho Kyu Hyun memandang kosong pada laptop di depannya. Benda persegi panjang tersebut hanya sebagai pajangan bagi namja itu. Pikirannya sedang tidak terfokus pada apa pun. Yang ada hanya bayangan bagaimana yeoja itu menangis, memohon sembari berlutut di kaki appa-nya. Pemandangan memilukan itu secara langsung ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri. Bagaimana yeoja itu berjuang mati-matian mempertahankan anak di dalam rahimnya dengan segala resiko. Tapi apa yang Kyu Hyun lakukan, namja itu hanya terdiam sebagai penonton.

“Yoon Hae Ra? Itukah anakku? Mengapa tidak pernah kau mengatakannya? Maaf untuk semua luka yang pernah ku torehkan padamu,” Kyu Hyun memejamkan matanya, berusaha menghalau pemikiran tentang yeoja itu. Sudah cukup Kyu Hyun memikirkannya. Memangnya untuk alasan apa Kyu Hyun memikirkan yeoja itu? Ini adalah malam pertamanya dengan yeoja yang sudah resmi berstatus istrinya, Seo Gyu Ri. Jadi semestinya Kyu Hyun tidak memiliki waktu untuk memikirkan hal lain. Tapi yeoja yang sudah ia sakiti itu, berhasil menyita seluruh pikiran Kyu Hyun. Hingga namja itu tidak memiliki mood untuk melakukan sesuatu.

“Kyu,” Kyu Hyun menoleh ke arah pintu dimana ia mendapati sosok istrinya disana.

“Kau sibuk?”

“Ada pekerjaan yang harus ku selesaikan. Kau tidurlah lebih dulu,” titah Kyu Hyun lembut. Mengabaikan perkataan Kyu Hyun, Gyu Ri justru malah semakin mendekatkan dirinya pada Kyu Hyun. “Aniyo. Aku akan menunggu hingga pekerjaanmu selesai,” putus Gyu Ri.

“Kau pasti lelah seharian ini, tidur saja lebih dulu.”

“Oppa ada denganmu?” Kyu Hyun menggeleng. Pertanyaan barusan sangat benar. Ada apa dengan dirinya? Itu juga pertanyaan yang sejak tadi ingin Kyu Hyun tanyakan pada dirinya sendiri. Apa yang salah dengan dirinya? Jadi jangan salahkan namja itu jika ia tidak bisa menjawab pertanyaan istrinya karena ia sendiri pun tidak mengerti akan jawaban tersebut.

***


Hari-hari terlampaui dengan begitu berat oleh Yoon Hae Ra. Dimana kehidupannya saat ini jungkir balik dari kehidupan sebelumnya. Sekarang, Hae Ra harus berjuang keras mencari uang untuk dapat menghidupi dirinya sendiri dan menabung untuk proses persalinannya yang tidak lama lagi mengingat umur kandungannya kini sudah memasuki bulan ke sembilan. Di setiap detik Hae Ra melalui harinya ditemani peluh bercucuran dari dahinya. Ia banting tulang dengan keadaan perut yang membuncit besar. Yeoja itu bekerja seakan tidak mengenal lelah. Saat ini ia hanya tinggal di sebuah flat sederhana yang hanya terdiri dari satu ruangan. Hae Ra hidup dengan segala kekurangan namun ia selalu berusaha mencukup-cukupkannya. Sulit. Sangat sulit baginya menjalani hidup demikian. Dimana biasanya Hae Ra hidup serba berkecukupan dengan segala fasilitas mewah dan benda ber-merk. Tapi saat ini, jangan kan fasilitas mewah atau benda ber-merk, dapat menyentuh nasi dengan lauk seadanya saja Hae Ra sudah sangat bersyukur. Tubuhnya kurus dengan raut sayu yang menjadi pemandangan di wajahnya di setiap hari. Tidak ada senyum. Tidak ada tawa. Yang ada hanya wajah pucat akibat kelelahan bekerja. Lingkaran hitam selalu hadir di bawah matanya. Ia tidak memiliki waktu yang cukup untuk sekedar beristirahat. Komitmen hidupnya sekarang ini hanya bekerja, bekerja, dan berkerja. Memikirkan bagaimana caranya ia tetap bertahan hidup di segala kekurangannya.

 Jika biasanya Hae Ra baru akan menginjakkan kakinya di rumah setelah larut malam. Tapi hari ini, tidak demikian. Ia izin pulang lebih awal. Sejak siang tadi Hae Ra sudah merasakan tubuhnya sedang tidak sehat. Hae Ra berjalan pelan menelusuri gang kecil yang setiap hari di laluinya. Hari tidak terlalu panas, namun anehnya peluh terus saja bercucuran dari dahinya. Tangannya tergerak berulang kali menyeka peluh. Dan tiba-tiba di rasakannya, perutnya sakit luar biasa. Hae Ra sudah tidak sanggup melangkah lagi. Sakitnya tidak tertahan lagi. Yeoja itu meringis kesakitan sembari memegangi perutnya. Satu tangannya di gunakan untuk menyangga tubuh pada tembok jalanan. “Ya tuhan kumohon selamatkan anakku. Biarkan dia tetap hidup,” mohon Hae Ra disela kesakitannya.

***

“Yeobseyo,”

“...”

“Disini tidak ada yang bernama Yoon Hae Ra. Anda salah sambung,”
 
“...”

Telepon rumah itu lantas terlepas dari genggaman tangan kekar namja paruh baya tersebut. Mendengar kegaduhan tersebut, Nyonya Yoon, sang istri segera menghampiri suaminya di ruang tengah. Raut wajahnya berubah cemas ketika mendapati ekspresi Tuan Yoon yang tidak biasa.

“Yeobo, ada apa?” tegur istrinya. Tubuh Tuan Yoon terhuyung dengan tiba-tiba. Sofa disisi tubuhnya menjadi penyangga dari tubuh kokoh itu. Nyonya Yoon langsung menghampiri Tuan Yoon untuk membantunya tetap berdiri.

“Ada apa sebenarnya?”

“Yoon Hae Ra.. Dia.. sudah meninggalkan kita,” susah payah Tuan Yoon merangkai setiap kata. Keterkejutannya membuat ia hilang kendali.

“Apa maksudnya?” desak Nyonya Yoon tak terkendali.

“Hae Ra meninggal,” hanya tiga itu tetapi rasanya begitu menyesakkan untuk menerima kenyataan tersebut. Putrinya. Putri yang sangat disayanginya itu. Kini, sudah pergi. “Lelucon macam apa itu?” desis Nyonya Yoon. Ia mencoba untuk tidak mempercayai kalimat suaminya barusan. “Itulah yang ku dengar tadi,” Nyonya Yoon memejamkan matanya, disusul oleh air mata yang menuruni pipinya. Tubuhnya lemas seketika. Pegangan tangan yeoja paruh baya itu terjuntai di udara, terlepas dari lengan suaminya. “Geojitmal. Ini pasti bohong!”


Di lorong rumah sakit Nyonya serta Tuan Yoon melangkah tak sabaran menuju satu ruangan. Langsung saja mereka masuk ke dalam ruangan tersebut setelah menemukan ruangannya. Sesosok tubuh berbaring di selimuti oleh selimut rumah sakit di dapati oleh mereka. Nyonya Yoon tidak percaya akan apa yang indra penglihatannya lihat. Tubuhnya menjadi sulit di gerakan. Langkahnya berubah menjadi langkah ragu. Perlahan, Nyonya Yoon menghampiri siluet tubuh seorang yeoja itu. Seluruh tubuh yeoja paruh baya itu bergetar hebat. Bahkan hanya untuk membuka selembar selimut itu saja butuh perjuangan kuat. Tubuh Nyonya Yoon hampir mendarat di atas lantai begitu membuka selimut tersebut, jika saja Tuan Yoon tidak segera memapah tubuh istrinya.

“Hae Ra-ya.. Ireona. Eomma sudah datang. Kenapa kau malah tertidur seperti ini Hae Ra. Putriku,” jerit Nyonya Yoon tidak terkendali.

“Putriku eomma mohon. Bangunlah. Jangan tinggalkan eomma. Mianhae, maafkan eomma,” Decitan pintu terdengar, pintu terbuka dan menampilkan seorang yeoja berumur kepala empat. Dalam dekapan yeoja itu terlihat sesosok bayi mungil yang tengah tertidur dengan tenang.

“Anneyong haseyo. Saya yang tadi menghubungi kalian. Perkenalkan saya Kim Hye Sook, saya ahjumma yang tinggal bersebelahan dengan flat Hae Ra.”

“Ini cucu kalian. Dia seorang namja yang sangat tampan,” Bayi mungil itu berpindah tangan dalam dekapan sang kakek. Di tatapnya namja kecil itu dalam-dalam. Anak semata wayang mereka telah pergi dan sekarang tersisa cucu satu-satunya mereka. Suatu peninggalan paling berharga dari Yoon Hae Ra. Putri mereka sudah tak ada lagi di dunia ini. Dan cukup satu kebodohan terbesar mereka, membiarkan putri mereka hidup dalam kesengsaraan. Sekarang pasangan itu tidak ingin mengulang membuat kesalahan bodoh dengan tak mengakui cucu mereka sendiri.

“Imo apa yang tejadi?” setelah melontarkan kalimat barusan, Gyu Ri yang tidak percaya akan yang ia lihat, hanya terpaku begitu memasuki ruang inap tersebut. Di samping yeoja itu berdiri namja tinggi yang tidak lain adalah suaminya, Cho Kyu Hyun. Gyu Ri dan Kyu Hyun mendekat pada tempat tidur. Sekarang dapat mereka lihat, wajah pucat dengan mata terpejam itu, wajah Yoon Hae Ra. Gyu Ri sudah tidak dapat menahan lagi tangisnya. “Hae Ra-ya ada apa denganmu? Wae ire?” Gyu Ri mencoba menggerak-gerakkan tubuh sepupunya. Orang yang sudah anggap adiknya sendiri. Kini hanya dapat terbaring tanpa nyawa. Sudah tidak ada lagi sosok adik yang sangat mengertinya.
Perginya yeoja itu, membawa duka yang begitu mendalam. Tidak hanya bagi orang tua dan Gyu Ri saja. Tanpa di ketahui siapa pun, namja itu, namja yang berdiri disebelah Gyu Ri tengah menitikkan air matanya. Rasa sesak dan penyesalan di dalam dirinya tidak terhalau lagi. Karena dirinya, yeoja itu mendapati banyak penderitaan dan berakhir demikian. Kyu Hyun lah penyebab semua kesengsaraan yang Hae Ra jalani.

 Andai saja aku tidak pernah terlibat oleh permainan bodoh tersebut, yeoja itu tidak mungkin seperti ini. Dia pasti akan tetap di dunia ini, yeoja itu tidak harus mengandung anaknya, yeoja itu tidak harus hidup menderita di akhir hidupnya.

 “Ada yang ingin saya sampaikan mengenai Hae Ra.” setelah beberapa waktu hanya isakan terdengar, kini Kim Hye Sook mulai bersuara. “Hae Ra pernah mengatakan kepada saya bahwa dia sangat menyayangi kalian. Hae Ra sangat merindukan kalian. Dia ingin sekali bertemu dengan orang tuanya tapi dia sendiri dia malu untuk bertemu dengan kalian. Dia merasa sudah terlalu mengecewakan kalian. Hae Ra takut kalian malu memiliki putri sepertinya.”

“Hae Ra-ya mianhae. Maafkan eomma. Eomma tidak pernah malu memiliki putri sepertimu. eomma bangga padamu. Sangat,” Nyonya Yoon mendekatkan kepalanya pada wajah Hae Ra seraya mengelusnya dengan kasih sayang.

“Dia yeoja yang sangat hebat. Setiap hari dia hanya bekerja dan bekerja untuk proses persalinannya. Sejak saya mengenalnya, hidupnya sungguh memprihatinkan. Hae Ra selalu mengutamakan bayinya di banding apa pun. Jadi saya harap kalian mau merawat bayi itu. Dan mengenai ayah bayi itu, Hae Ra pernah bilang pada saya. Dia sangat mencintai namja itu. Hae Ra ingin melihat namja itu bahagia. Itulah sebabnya dia tidak bisa mengatakan siapa ayah dari bayinya.”

“Ada satu hal yang ingin aku sampaikan,” celetuk Kyu Hyun yang sedari tadi membisu.

“Aku.. Akulah appa dari anak itu. Aku namja brengsek yang telah menghamilinya.” semua orang disana terkejut tak terkecuali. Terutama Seo Gyu Ri, istri namja itu.

“Oppa, apa yang kau bicarakan?” tegur istrinya.

“Maaf. Selama ini terlalu pengecut untuk mengakui ini semua.”
 
“Oppa apa itu benar? Tidak. Kau pasti hanya asal bicara kan?”

Kyu Hyun tidak bicara apa-apa. Tak ada jawaban apa pun yang bisa namja itu berikan. Kebisuan Kyu Hyun sudah memperjelas semuanya.

“Oppa..” tatapan terluka terpancar dari kedua mata Gyu Ri.

“Semua ini berawal karena ku. Aku yang sengaja menjadikan dia sebagai bahan taruhan. Dan tidak ku sangka akan berakhir seperti ini. Aku memberikan banyak penderitaan kepadanya. Aku minta maaf.” sesal Kyu Hyun. Nyonya Yoon meringsek maju ke arah Kyu Hyun dan kemudian sebuah tamparan keras tepat mengenai pipi Kyu Hyun. Pipi Kyu Hyun langsung memerah dan terasa perih.

“Namja brengsek! Bagaimana bisa kau hidup dengan tenang seperti ini setelah membuat putriku yang tidak tau apa-apa menderita. Apa kau manusia? Dimana hatimu?!” Kyu Hyun merasa ia pantas mendapatkan tamparan dari Nyonya Yoon bahkan ini belum sebanding dengan apa yang Hae Ra alami. Satu tamparan itu tidaklah berarti apa-apa.

***

Perlahan satu per satu orang mulai meninggalkan gundukan tanah yang terbilang masih baru itu. Tapi tampaknya tidak ada tanda-tanda Nyonya Yoon akan segera meninggalkan tempat tersebut. Dia masih ingin terus menemani di tempat peristirahatan terakhir putri tercintanya. Menemani putrinya. Yoon Hae Ra.
Nyonya Yoon sama sekali tidak bergeming dari posisinya. Ia masih terus menatapi gundukan tanah itu. Hingga beberapa waktu berlalu, akhirnya Nyonya Yoon mengangkat juga wajahnya dan langsung menatap namja itu, menghujani Kyu Hyun dengan tatapan tajamnya. Nyonya paruh baya itu masih sulit menerima kenyataan bahwa suami dari keponakannya lah yang secara tak langsung membuat putrinya seperti ini. Masih sulit juga baginya mempercayai, cucunya memiliki ayah yang seperti Kyu Hyun. Manusia tanpa hati. Tapi kenyataan tetaplah kenyataan. Namja bernama Cho Kyu Hyun itu tetap ayah dari cucunya. Sekali pun ia berusaha menyangkal kenyataan. Sebab itu, Nyonya Yoon tetap berusaha menerima Kyu Hyun sebagai ayah dari cucunya. Bukan sebagai suami dari keponakannya. Dan tentu kebenaran ini suatu kepahitan bagi Gyu Ri. Yeoja itu sama sulitnya dengan eomma Hae Ra untuk mempercayai semua itu. Suami yang dicintainya ternyata ayah dari anak sepupunya. Orang yang membuat Hae Ra menderita itu ternyata suaminya sendiri. Gyu Ri bisa membayangkan betapa Hae Ra menderita menjalani hidupnya. Dan itu semua ulah suaminya. Tak di sangka Gyu Ri, ia mencintai namja yang tak punya hati. Dan ia tidak bisa terus menjalani hidup seperti itu. Maka, perpisahanlah menjadi jalan keluarnya. Gyu Ri memang mencintai Kyu Hyun tapi ia juga menyayangi Hae Ra. Hae Ra sudah mengorbankan hidupnya dengan merahasiakan rahasia menyakitkan ini. Sekarang saatnya Gyu Ri yang berkorban demi sepupunya, Yoon Hae Ra. Dia tidak ingin menjadi orang egois. Dia menjalani hidup bahagia dengan orang yang juga Hae Ra cintai, sementara Hae Ra telah mengorbankan segalanya. Kebahagiaannya, hidupnya, dan nyawanya. Tidak bisa. Gyu Ri tidak mau menjalani hidup demikian. Gyu Ri menjadi orang yang jahat jika ia tetap mempertahankan Kyu Hyun disisinya selamanya. Itu sangat tidak adil bagi Hae Ra.

“Yeobo kajja kita pulang,” ajak Tuan Yoon. Yang dibalas oleh kebungkaman dari istrinya. “Hae Ra pasti sedih melihatmu seperti ini. Hae Ra tidak suka melihatmu menangis, bukankah kau tau itu? Bangunlah ayo kita pulang.” Nyonya Yoon bangkit berdiri. Tapi tetap tak membuang pandangannya ke arah lain selain gundukan tanah itu. Pasangan suami-istri tersebut perlahan mulai meninggalkan makam Hae Ra. Di susul Gyu Ri bersama Kim Hye Sook di belakang mereka. Tersisa Kyu Hyun yang masih berdiri di sisi makam Hae Ra. Lalu ia menggumamkan kalimat yang cukup panjang. “Mianhae Yoon Hae Ra. Aku tidak akan pernah melupakanmu, dan anak kita, aku akan berusaha membesarkannya dengan baik. Gomawo untuk semua cintamu. Geurigo saranghae. Maaf aku terlambat mengungkapkan kata itu,”

Tanpa dapat dilihat namja itu, di seberangnya, berdiri Yoon Hae Ra dengan menggenakan gaun putih dan rambut yang terurai. Di wajahnya mengembang senyum bahagia. Cantik. Yeoja itu amat cantik. Tatapan matanya hanya tertuju pada wajah tampan Kyu Hyun, orang yang amat ia cintai semasa hidupnya.

Setelah ini, dunia kita telah berbeda. Duniaku adalah duniaku. Dan duniamu adalah duniamu. Kita sudah tidak lagi dalam dunia yang sama. Namun cinta ini akan selalu sama. Aku akan selalu mencintaimu. Selamanya. Sekali pun kita tidak akan pernah bersatu.


FINAL.
 END.
KKEUTNASEO.


Mengecewakan? Mian?
Gomawo bagi yang udah mau meluangkan membaca ff abal-abal ini. thengKYU.

 

Chindy Agryesti Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting